APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN DALAM PENINGKATAN KESERASIAN PENDIDIKAN
Di YAYASAN MIFTAHUL HUDA AL AZHAR BANJAR



A.PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Sistem pendidikan secara global di bumi nusantara yang terjadi sekarang ini telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Pendidikan juga dituntut untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat serta secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakatnya.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencerminkan adanya kemauan politik pemerintah pusat untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan yang berlebihan di masa lampau.
Implementasi pada kondisi demikian berdampak pada ditetapkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang pada gilirannya kemudian dipertegas dalam PP. No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, saat ini dengan mengacu pada landasan konstitusi di atas pemerintah Kota Malang telah mengembangkan jenis dan fasilitas pendidikan melalui bentuk-bentuk sekolah yang diantaranya meliputi; (1) sekolah model, (2) Sekolah Standar Nasional (SSN), (3) Sekolah Standar Nasional Bertaraf Internasional (SNBI), (4) Sekolah Internasional, (5) Sekolah Berbasis ISO 9001:2000, (6) pendidikan inklusi, dan (7) kelas layanan khusus (Profil Pendidikan Malang, 2006). Berbagai jenis dan fasilias pendidikan tersebut kemudian dielaborasi ke dalam bentuk ide, konsep maupun contoh-contoh sekolah yang saat ini telah dan termasuk bebarapa kategori. Pertama, prinsipnya yang dikategorikan sekolah model ini hanya mengedepankan pembangunan fisiknya saja yang ditandai dengan pembiayaan yang ditanggung atau mendapatkan bantuan dana pemerintah.
Perluasan dan peningkatan mutu pendidikan diusahakan untuk lebih langsung dikaitkan dengan pengembangan kesempatan kerja termasuk meningkatkan prakarsa membuka lapangan kerja sendiri oleh para lulusan sekolah, sesuai dengan arah pengembangan generasi muda yang sanggup berdiri sendiri. Sekolah–sekolah kejuruan dan teknik akan lebih dikembangkan polanya sehingga menghasilkan tenaga–tenaga kerja yang diperlukan oleh pembangunan. Untuk itu, dunia usaha dan sektor–sektor yang menciptakan lapangan kerja diikut sertakan sepenuhnya dalam latihan–latihan keterampilan kejuruan teknik. Keserasian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan diusahakan dengan menambahkan mata pelajaran kerajinan tangan (prakarya) serta fasilitas keterampilan lainnya dengan pendidikan umum.
Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001).
Kemudian berdasarkan laporan dari United Nations Development Program (UNDP) tahun 2004 dan 2005, menyatakan bahwa Indeks pembangunan manusia di Indonesia ternyata tetap buruk. Tahun 2004 Indonesia menempati urutan ke-111 dari 175 negara ditambah wilayah khusus Hong Kong dan wilayah pendudukan Palestina yang diteliti Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sedangkan tahun 2005 IPM Indonesia berada pada urutan ke 110 dari 177 negara. Posisi tersebut tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. Berdasarkan IPM 2004, Indonesia menempati posisi di bawah negara-negara miskin seperti Kirgistan (110), Equatorial Guinea (109) dan Algeria (108). Data yang termuat dalam situs www.undp.org/hdr2004 terasa menyakitkan jika posisi Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara anggota ASEAN lainnya. Singapura (25), Brunei Darussalam (33) Malaysia ( 58), Thailand (76), sedangkan Filipina (83). Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam (112) dan lebih baik dari Kamboja (130), Myanmar (132) dan Laos (135) (www.suara pembaruan.com/16 juli 2004 dan Pan Mohamad Faiz. 2006).
Salah satu masalah pendidikan di Indonesia mengenai keserasian antara pendidikan dengan kebutuhan pembangunan menjadi isu pendidikan yang harus dipecahkan. Isu yang muncul dalam dunia pendidikan antara lain bahwa lembaga pendidikan dinilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, ketidak sesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan dengan pendidikan tinggi dan terbatasnya lapangan kerja maka muncul pengangguran terdidik yang merupakan dampak dari permasalahan tersebut diatas. Oleh karena itu dalam makalah ini penulis ingin membahas lebih jauh mengenai aplikasi teknologi pendidikan dalam peningkatan keserasian pendidikan.
2. Permasalahan
Pada makalah ini yang berjudul Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan,terdapat sebuah permasalahan yaitu bagaimana Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan di Yayasan Miftahul Huda Al Azhar Banjar
3. Tujuan
Tujuan pada makalah ini adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai Aplikasi Teknologi Pendidikan Dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan di Yayasan Miftahul Huda Al Azhar Banjar.

B. PEMBAHASAN
1. Keserasian Pendidikan
Serasi adalah selaras, seimbang, harmonis yang berlawanan dengan kontras, tidak seimbang, tidak harmonis. Keserasian adalah suatu peristiwa dimana terjadi kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen satu dengan lainnya sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Menurut Sismanto (2007: 1), keserasian dalam pendidikan terjadi jika penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, orangtua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerah.
Yang termasuk dalam komponen-komponen pendidikan adalah manajemen pendidikan meliputi empat hal pokok, yaitu perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, penggiatan pendidikan, dan pengendalian atau pengawasan pendidikan. Secara umum terdapat sepuluh komponen utama pendidikan, yaitu: peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, paket instrusi pendidikan, metode pengajaran (dalam proses belajar mengajar), kurikulum pendidikan, alat instruksi & alat penolong instruksi, fasilitas pendidikan, anggaran pendidikan, dan evaluasi pendidikan Yayasan Miftahul Huda Al Azhar Banjar.
Perencanaan pendidikan dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksana proses belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai sasaran keluaran pendidikan seperti yang diharapkan. Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya.
Penggiatan pendidikan adalah pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang telah direncanakan dan diawaki oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan dalam rangka mencapai hasil keluaran pendidikan yang optimal. Pengendalian pendidikan dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang dijabarkan dalam sasaran-sasaran menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan pendidikan.
Prof. Dorodjatun Kuntjoro Jakti, dalam salah satu seminar menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia tidak menghasilkan lulusan yang siap kerja atau menciptakan lapangan pekerjaan. Dorodjatun menyatakan bahwa tantangan berat untuk bisa mengahasilkan lulusan yang siap seluruhnya. Ia pun membenarkan bahwa ada yang harus dipertanyakan megenai materi pendidikan dengan relevansinya. Pada kesimpulannya, Dorodjatun menekankan, meski untuk sampai pada tahap siap kerja atau siap menciptakan pekerjaan cukup berat, setidaknya lulusan pendidikan bisa menjadi lulusan yang siap dilatih.
Masalah pendidikan di Indonesia mengenai keserasian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan. Isu yang muncul dalam dunia pendidikan antara lain bahwa lembaga pendidikan dinilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, ketidak sesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja dan kualitas lulusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Dengan semakin meningkatnya jumlah lulusan dengan pendidikan tinggi dan terbatasnya lapangan kerja maka muncul pengangguran terdidik yang merupakan dampak dari permasalahan tersebut diatas. Berikut ini adalah beberapa permasalahan keserasian pendidikan di Indonesia.
a. Pendidikan di Indonesia Belum Menghasilkan Life Skill Yang Sesuai
Dalam kaitannya dengan life skill yang dihasilkan oleh peserta didik setelah menempuh suatu proses pendidikan, maka berdasarkan PP No.19/2005 sebagaimana dalam pasal 13 bahwa:
a) Kurikulum untuk SMP/MTs/ SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan kecakapan hidup.
b) pendidikan kecakapan hidup yang dimaksud meliputi kecakapan sosial, kecakapan akademik, dan kecakapan vokasional.
Selain itu ditetapkan pula standar kompetensi lulusan, dalam pasal 26 ditetapkan sebagai berikut:
1) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, akhlak mulia, serta keterampilan hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan kepribadianm akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
4) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Adapun kriteria penilaian hasil belajar dapat dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, maupun pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh pendidik diatur dalam pasal 64 antara lain penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama, akhlak mulia, pendidikan kewarganegaraan dan akhlak mulia dilakukan melalui: a. pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik, serta. b. Ulangan, ujian, dan atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai. Penilaian hasil belajr kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dolakukan melalui: a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk meniali perkembangan psikomotorik dan afektif peserta didik, dan; b. Ulangan dan atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka dalam menciptakan life skill yang diharapkan dimiliki oleh siswa ukuran yang digunakan adalah penilaian-penilaian di atas. Namun kenyataan sebaliknya justru menunjukan bahwa korelasi antara proses pendidikan selama ini dengan pembentukan kepribadian siswa merupakan hal yang dipertanyakan? Kasus tawuran antar pelajar, seks bebas, narkoba, dan berbagai masalah sosial lainnya merupakan indikator yang relevan untuk mempertanyakan hal ini.
b. Pendidikan Yang Belum Berbasis Pada Masyarakat dan Potensi Daerah
Struktur kurikulum yang ditetapkan berdasarkan UU No.20/2003 dalam Pasal 36 tentang Kurikulum menyebutkan: (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. peningkatan iman dan takwa; b. peningkatan akhlak mulia; c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d. keragaman potensi daerah dan lingkungan; e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f. tuntutan dunia kerja; g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h. agama; i. dinamika perkembangan global; dan j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam PP No.19/2005 antara lain dalam pasal 6 yang menyebutkan:1) kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan akhlak mulia, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan. 6). Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis. Kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Masyarakat dan lingkungan tempat tinggal merupakan bagian yang terintegrasi dengan siswa sebagai peserta didik. Proses pendidikan yang sebenarnya tentu melibatkan peranan keluarga, lingkungan-masyarakat dan sekolah, sehingga jika salah satunya tidak berjalan dengan baik maka dapat mempengaruhi keberlangsungan pendidikan itu sendiri.
c. Belum Optimalnya Kemitraan Dengan Dunia Usaha/ Dunia Industri
Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai contoh, sebagaimana diungkapkan oleh Kadisdik Jabar, Dadang Dally bahwa dunia usaha dan dunia industri merupakan bagian dari masyarakat yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Perihal kegiatan kerjasama dengan dunia usaha sinergitas telah mulai dilakukan. Prosesnya telah memasuki tahap inventarisasi. Implementasinya, dunia usaha didorong untuk membangun sekolah, bukan menggalang dana dari dunia usaha. (www.bapeda-jabar.go.id/2006).
Hal yang justru memunculkan kerawanan saat ini adalah dengan adanya RUU BHP maka peranan pihak swasta (pengusaha) mendapatkan akses yang lebih luas untuk mengelola pendidikan, sehingga bagaimana jadinya kalau kemitraan dengan DU/DI tersebut ternyata menempatkan pengusaha ataupun perusahaan sebagai pihak yang berinvestasi dalam lembaga pendidikan dengan menuntut adanya return yang sepadan dari investasinya tersebut? Kondisi ini pada akhirnya akan memperkokoh keberlangsungan kapitalisasi pendidikan.
Dalam kaitan antara penyerapan DU/DI terhadap lulusan sekolah maka berdasarkan data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

2. Teknologi Pendidikan.
Teknologi pendidikan adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, pemanfaatan, manajemen dan evaluasi terhadap proses-proses dan sumber-sumber untuk belajar. Sumber daya manusia yang mengelola pendidikan harus memiliki kemampuan akademis dan profesional handal untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan agar penyelenggaraan pendidikan menjadi lebih berkualitas, efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan pembangunan.
Tuntutan peningkatan kualitas, keefektifan, efisiensi, dan relevansi pendidikan harus sejalan pula dengan adanya tuntutan peningkatan kualitas dari sumber daya manusia secara berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan sikap belajar sepanjang hayat (life long education). Pembentukan sikap dan kemampuan belajar sepanjang hayat dapat dilakukan melalui pengembangan sistem belajar mandiri, yaitu belajar yang didorong oleh motivasi diri sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademis dan profesional sesuai tuntutan di atas, maka program Teknologi Pendidikan dirancang dengan kekhususan teknologi pendidikan untuk pengembangan sistem belajar mandiri. Para lulusan teknologi pendidikan diproyeksikan sebagai sumber daya manusia yang memiliki kemampuan akademis dan profesional untuk mengembangkan dan/atau menerapkan teknologi pendidikan ataupun sumber daya manusia yang mampu mengelola satuan-satuan lembaga pendidikan /pelatihan dengan komitmen tinggi untuk mengembangkan dan memanfaatkan teknologi pendidikan dengan wawasan pengembangan belajar mandiri. Kemampuan akademis dan profesional seperti itu sangat penting untuk dikuasai oleh para dosen, widyaiswara, guru, kepala sekolah, pengawas/penilik, dan para pejabat lain yang turut bertanggung jawab/terkait dalam pengembangan proses belajar mengajar di setiap lembaga pendidikan/pelatihan. Teknologi Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan lulusan dengan kualifikasi:
1. Memiliki wawasan pendidikan secara komprehensif untuk peningkatan kualitaspendidikan.
2. Mampu menciptakan strategi-strategi dan produk pembelajaran pada tingkatmakro dan mikro dengan pendekatan sistem belajar mandiri.
3. Mampu mengembangkan teknologi pendidikan yang secara luas digunakan dalam pembelajaran terutama yang mendorong kemandirian belajar.
4. Mampu memanfaatkan proses-proses dan sumber-sumber belajar untuk mendorong kemandirian belajar.
5. Mampu mengelola teknologi pendidikan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan.
6. Mampu mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran secara adekuat.
7. Mampu mengelola satuan lembaga pendidikan/pelatihan.

3. E-learning dalam Peningkatan Keserasian Pendidikan
Aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan keserasian pendidikan tersebut diantaranya adalah melalui perancangan dan pembuatan modul, digital library, universitas terbuka, e-learning, dan pendidikan jarak jauh.
Dalam bahasan ini akan dibahas lebih rinci mengenai bagaimana e-learning dapat meningkatkan keserasian dalam pendidikan. Menurut Allan J. Henderson, e-learning adalah pembelajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi komputer, atau biasanya Internet (The e-learning Question and Answer Book, 2003). Henderson menambahkan juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas. William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan pembelajaran berbasis web (yang bisa diakses dari Internet).
Pembelajaran jarak jauh. E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pembelajar bisa saja berada di Jakarta, sementara “instruktur” dan pelajaran yang diikuti berada di kota lain bahkan di negara lain. Namun, interaksi masih bisa dijalankan secara langsung ataupun dengan jeda waktu beberapa saat. Jadi, pembelajar bisa belajar dari komputer di kantor ataupun di rumah yang terkoneksi dengan Internet, sedangkan materi belajar dikelola oleh sebuah perusahaan di Amerika Serikat, di Jepang ataupun di Inggris. Dengan cara ini, pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan tempat ia mengakses ilmu yang dipelajari. Jika, pembelajaran ditunjang oleh perusahaan, maka si pembelajar bisa mengakses modul yang dipelajarinya dengan mengkoordinasikan waktu ia belajar dan waktu ia bekerja. Misalnya, jika pada pagi hari sampai siang hari, ia dituntut untuk menyelesaikan pekerjaannya di kantor, maka ia bisa menyisihkan waktu di sore hari menjelang pulang untuk belajar. Tugas-tugas yang sehubungan dengan e-learning yang ditekuni pun bisa disesuaikan waktu pengerjaannya dengan kesibukan pembelajar.
Pembelajaran dengan menggunakan media elektronik. E-learning, seperti juga namanya “Electronic Learning” disampaikan dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan Internet (world wide web yang menghubungkan semua unit komputer di seluruh dunia yang terkoneksi dengan Internet) dan Intranet (jaringan yang bisa menghubungkan semua unit komputer dalam sebuah perusahaan). Jika Anda memiliki komputer yang terkoneksi dengan Internet, Anda sudah bisa berpartisipasi dalam e-learning. Dengan cara ini, jumlah pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi bisa jauh lebih besar dari pada cara belajar secara konvensional di ruang kelas (jumlah siswa tidak terbatas pada besarnya ruang kelas). Teknologi ini juga memungkinkan penyampaian pelajaran dengan kualitas yang relatif lebih standar dari pada pembelajaran di kelas yang tergantung pada “mood” dan kondisi fisik dari instruktur. Dalam e-learning, modul-modul yang sama (informasi, penampilan, dan kualitas pembelajaran) bisa diakses dalam bentuk yang sama oleh semua siswa yang mengaksesnya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional di kelas, karena alasan kesehatan atau masalah pribadi, satu instruktur pun bisa memberikan pelajaran di beberapa kelas dengan kualitas yang berbeda.
E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal, misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan konsultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan jasa e-learning untuk umum. E-learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).
Pembelajaran yang di tunjang oleh para ahli di bidang masing-masing. Walaupun sepertinya e-learning diberikan melalui komputer (yang adalah benda mati), e-learning ternyata disiapkan, ditunjang, dikelola dan “dihidupkan” oleh tim yang terdiri dari para ahli di bidang masing-masing, yaitu: Subject Matter Expert (SME), Instructional Designer (ID), Graphic Designer (GD) dan para ahli di bidang Learning Management System (LMS). SME merupakan nara sumber dari pelatihan yang disampaikan. ID bertugas untuk secara sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi e-learning dengan memasukkan unsur metode pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih mudah dan lebih menarik untuk dipelajari. GD mengubah materi text menjadi bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari. Para ahli di bidang LMS mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa dengan siswa lainnya. Di sini, pembelajar bisa melihat modul-modul yang ditawarkan, bisa mengambil tugas-tugas dan test-test yang harus dikerjakan, serta melihat jadwal diskusi secara maya dengan instruktur, nara sumber lain, dan pembelajar lain. Melalui LMS ini, siswa juga bisa melihat nilai tugas dan test serta peringkatnya berdasarkan nilai (tugas ataupun test) yang diperoleh. Jadi, e-learning tidak diberikan semata-mata oleh mesin, tetapi seperti juga pembelajaran secara konvensional di kelas, e-learning ditunjang oleh para ahli di berbagai bidang terkait.
Semakin banyak perusahaan dan individu yang memanfaatkan e-learning sebagai sarana untuk pelatihan dan pendidikan karena mereka melihat berbagai manfaat yang ditawarkan oleh pembelajaran berbasis web ini. Dari berbagai komentar yang dilontarkan, ada tiga persamaan dalam hal manfaat yang bisa dinikmati dari e-learning.
Fleksibilitas. Jika pembelajaran konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di kelas pada jam-jam tertentu (seringkali jam ini bentrok dengan kegiatan rutin siswa), maka e-learning memberikan fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk mengakses pelajaran. Siswa tidak perlu mengadakan perjalanan menuju tempat pelajaran disampaikan, e-learning bisa diakses dari mana saja yang memiliki akses ke Internet. Bahkan, dengan berkembangnya mobile technology (dengan palmtop, bahkan telepon selular jenis tertentu), semakin mudah mengakses e-learning. Berbagai tempat juga sudah menyediakan sambungan internet gratis (di bandara internasional dan cafe-cafe tertentu), dengan demikian dalam perjalanan pun atau pada waktu istirahat makan siang sambil menunggu hidangan disajikan, Anda bisa memanfaatkan waktu untuk mengakses e-learning.“Independent Learning”.
E-learning memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang ingin dipelajarinya terlebih dulu. Ia bisa mulai dari topik-topik ataupun halaman yang menarik minatnya terlebih dulu, ataupun bisa melewati saja bagian yang ia anggap sudah ia kuasai. Jika ia mengalami kesulitan untuk memahami suatu bagian, ia bisa mengulang-ulang lagi sampai ia merasa mampu memahami. Seandainya, setelah diulang masih ada hal yang belum ia pahami, pembelajar bisa menghubungi instruktur, nara sumber melalui email atau ikut dialog interaktif pada waktu-waktu tertentu. Jika ia tidak sempat mengikuti dialog interaktif, ia bisa membaca hasil diskusi di message board yang tersedia di LMS (di Website pengelola). Banyak orang yang merasa cara belajar independen seperti ini lebih efektif daripada cara belajar lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan yang telah ditetapkan.
Banyak biaya yang bisa dihemat dari cara pembelajaran dengan e-learning. Biaya di sini tidak hanya dari segi finansial tetapi juga dari segi non-finansial. Secara finansial, biaya yang bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat belajar dan akomodasi selama belajar (terutama jika tempat belajar berada di kota lain dan negara lain), biaya administrasi pengelolaan (misalnya: biaya gaji dan tunjangan selama pelatihan, biaya instruktur dan tenaga administrasi pengelola pelatihan, makanan selama pelatihan), penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk belajar (misalnya: penyewaan ataupun penyediaan kelas, kursi, papan tulis, LCD player, OHP). Dalam hal biaya finansial William Horton (Designing Web-Based Training, 2000) mengutip komentar beberapa perusahaan yang telah menikmati manfaat pengurangan biaya, antara lain: Buckman Laboratories berhasil mengurangi biaya pelatihan karyawan dari USD 2.4 juta menjadi USD 400,000; Aetna berhasil menghemat USD 3 juta untuk melatih 3000 karyawan; Hewlett-Packard bisa memotong biaya pelatihan bagi 700 insinyur mereka untuk produk-produk chip yang selalu diperbaharui, dari USD 7 juta menjadi USD 1.5 juta; Cisco mengurangi biaya pelatihan per karyawan dari USD 1200 - 1800 menjadi hanya USD 120 per orang. Biaya non-finansial yang bisa dihemat juga banyak, antara lain: produktivitas bisa dipertahankan bahkan diperbaiki karena pembelajar tidak harus meninggalkan pekerjaan yang sedang pada posisi sibuk untuk mengikuti pelatihan (jadwal pelatihan bisa diatur dan disebar dalam satu minggu ataupun satu bulan), daya saing juga bisa ditingkatkan karena karyawan bisa senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaannya, sementara bisa tetap melakukan pekerjaan rutinnya.
Seperti halnya pembelajaran dengan cara lain, e-learning bisa memberikan manfaat yang optimal jika beberapa kondisi berikut terpenuhi. Sebelum memutuskan untuk mengikuti e-learning, perlu menentukan tujuan belajar, sehingga bisa memilih topik, modul, lama belajar, biaya, dan sarana belajar secara elektronik yang sesuai. Tujuan ini hendaknya dikaitkan dengan tujuan pribadi ataupun tujuan bisnis secara langsung yang spesifik dan terukur. Misalnya: Anda baru saja diangkat sebagai project manager. Dalam tiga bulan pertama Anda ingin mendapat keterampilan di bidang ini. Karena pekerjaan baru, dengan gaji dan pekerjaan yang juga meningkat, Anda merasa tidak mungkin untuk secara fisik meninggalkan pekerjaan Anda. Untuk itu Anda bisa mengikuti e-learning berdurasi tiga bulan dengan topik project management yang ditawarkan lembaga atau universitas tertentu (umumnya universitas di Amerika, Australia dan Eropa menawarkan program e-learning). Sambil mengikuti pelajaran, bisa sekaligus menerapkan ilmu dan keterampilan yang didapatkan. Bisa juga memanfaatkan forum diskusi secara elektronik untuk membahas permasalahan yang langsung dihadapi di lapangan.
Cara belajar dengan e-learning memberikan peluang untuk menjadi pembelajar independen. Jadi, untuk mendapatkan manfaat optimal dari e-learning, Anda juga harus senang belajar secara independen, memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran dan perluasan wawasan (memiliki motivasi tinggi untuk menguasai topik yang diambil, menganggap belajar bukan sebagai beban tetapi sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas, mampu menerapkan disiplin dalam belajar), memiliki sarana belajar yang menunjang (misalnya: komputer, akses internet, fax, printer), keterampilan dan strategi untuk belajar secara independen di dunia maya (keterampilan dasar menggunakan komputer dan internet, strategi untuk mengelola waktu).
Sama seperti cara belajar lain, cara belajar dengan e-learning akan lebih mudah jika mendapat dukungan dari orang-orang terkait dengan pembelajar (misalnya: atasan, perusahaan tempat bekerja, rekan sekerja, sahabat dan keluarga). Dengan dukungan dari berbagai pihak (baik berupa dana, dukungan moril, maupun dukungan fasilitas), semangat belajar yang terkadang turun bisa tetap dipertahankan, bahkan dipacu lebih tinggi, masalah yang dihadapi dalam belajar bisa dituntaskan, sehingga proses belajar dan penyelesaian program bisa lebih mudah dijalankan.
E-learning hanyalah sebuah “alat” yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan. “Alat” ini jika digunakan bersama “alat-alat” akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan. Dengan demikian, e-learning tidak harus digunakan secara murni, tetapi bisa diharmonisasikan dengan penggunaan media lain untuk saling menunjang meraih tujuan si pembelajar. Jadi, jika memang ada kesempatan untuk menggunakan media lain untuk belajar (pembelajaran konvensional di kelas, pembelajaran melalui mailing list, video, radio, fax, atau korespondensi), mengapa tidak saling dikoordinasikan.
Jika hanya memerlukan informasi dan pengetahuan umum untuk memperluas wawasan, tidak perlu memerlukan sarana untuk memperluas wawasan di bidang tertentu, tak perlu mengeluarkan biaya untuk mengikuti e-learning lengkap, bisa saja berpartisipasi dalam dialog elektronik ataupun menjadi anggota mailing list yang memberikan informasi yang diperlukan. Misalnya, untuk mendapatkan tips cerdas untuk mengembangkan diri, bisa mencoba berpartisipasi dalam mailing list smart_wisdom@yahoogroups.com, untuk informasi mengenai manajemen, mengapa tidak mengakses manajemen@yahoogroups.com, dan untuk mendapat contoh dialog dan ungkapan bahasa Inggris dalam bisnis, cobalah edpro@yahoogroups.com. Bisa juga membangun mailing list atau berkirim email dengan teman seprofesi untuk saling bertukar informasi. Cara lain yang bisa dicoba adalah mencari informasi di internet di website tertentu (website majalah internasional, ataupun perusahan konsultan internasional). Misalnya untuk mendapat informasi mengenai strategi manajemen dan bisnis, bisa mencoba mengunjungi dan menjadi anggota mckinseyquarterly. com, sedangkan untuk mendapat informasi bisnis, kunjungi website majalah bisnis nasional maupun internasional, dan untuk melihat informasi lainnya mengenai cara manajemen diri kunjungi website surat kabar ini (http:www. sinarharapan.co.id). Untuk melihat contoh e-learning, bisa mengunjungi berbagai websites, antara lain: www.rootleraning.com, dan www.engines4ed.org. E-learning memberikan cara alternatif untuk belajar. Pemanfaatan e-learning secara optimal pun tergantung dari beberapa kondisi yang perlu dipenuhi. Namun, apa pun cara belajar yang dipilih, semua berpulang kepada si pembelajar. Tanpa komitmen dan kendali diri, tak ada satu cara belajar pun yang akan berhasil.
E-learning merupakan salah satu bagian dari teknologi pendidikan yang dapat meningkatkan keserasian dalam pendidikan. Dimana dengan adanya e-learning dapat memudahkan peserta didik yang terbatas oleh jarak dan waktu dapat menimba ilmu sesuai dengan profesionalismenya dimanapun berada. Ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri, namun tidak punya cukup waktu dan dana (karena pekerjaan masih menumpuk dan karis sedang melaju), ingin menambah pengetahuan dan memperluas wawasan, tetapi seringkali tidak sempat menghadiri seminar, kuliah, ataupun workshop karena pekerjaan, kantor, dan keluarga tidak bisa ditinggal terlalu lama. Banyak orang juga merasakan hal yang sama. Untuk orang-orang seperti ini, ada banyak alternatif yang bisa dicoba untuk meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, dan menggali keterampilan baru tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang sekarang sedang ditekuni ataupun keluarga, salah satu opsi yang bisa dicoba adalah dengan mengikuti e-learning.
4. Keserasian Pendidikan Umum dan Agama
Berikut ini adalah beberapa contoh keserasian dalam pendidikan:
1) Keserasian antara pendidikan formal dan nonformal.
2) Keserasian antara pendidikan kota dan desa
3) Keserasian pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan swasta
4) Keserasian produk pendidikan dan konsumen
5) Keserasian pendidikan umum dan kejuruan
6) Keserasian pendidikan dasar, menengah dan tinggi
7) Keserasian pendidikan umum dan agama
8) Keserasian pendidikan dunia dan akhirat
9) Keserasian dunia pendidikan dan dunia kerja
10) Keserasian pendidikan yang diselenggarakan oleh diknas kedinasan dan diknas departemen agama.
Dalam hal ini akan dibahas secara khusus mengenai keserasian antara pendidikan umum dan agama. Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat,http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/8 - _ftn5 Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut Abdurrahman Mas’ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan.http://rumahrizal.multiply.com/journal/item/8 - _ftn6 Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang.
Prof. Ludjito menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
• Kurangnya jumlah pelajaran agama di sekolah.
• Metodologi pendidikan agama kurang tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif daripada aspek afektif
• Adanya dikotomi pendidikan, meterogenitas pengetahuan dan penghayatan peserta didik
• Perhatian dan kepedulian pemimpin sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang
• Kemampuan guru agama untuk menghubungkan dengan kehidupan kurang.
• Kurangnya penanaman nilai-nilai, tata krama dalam Pendidikan Agama Islam
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat. Melalui perjalanan panjang proses penyusunan sejak tahun 1945-1989 UU nomor 2 tahun 1989, sebagai usaha untuk mengintegrasikan pendidikan Islam dan umum. Untuk mengembangkan pendidikan Islam haruslah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi “lahan subur” tempat persemaian generasi baru. Artinya pendidikan Islam harus mampu :
- Membedakan akar peserta didik dari semua kekangan dan belenggu.
- Membangkitkan indra dan perasaan anak didik sebagai sarana berfikir
- Membekali ilmu pengetahuan http://rumahrizal.multiply.com/ journal/ item/8ftn7
Di samping hal itu peluang untuk berkembangnya pendidikan Islam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat dalam beberapa pasal.
a. Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan mandiri.
c. Pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.
d. Pasal 11 ayat 1, jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, keagamaan, kedinasan, akademik dan profesional.
e. Pasal 39 ayat 2, isi kurikulum setiap jenis dan jalur, serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, agama dan kewarganegaraan.
f. Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.
Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk meciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia.http://rumahrizal. multiply.com/ journal/ item/8,ftn8. Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis.
Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memilki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
Perubahan sosial yang tunggang langgang di zaman globalisasi ini bukanlah sebagai kaliyuga atau zaman edan dalam kepercayaan Jawa. Tapi ini merupakan kondisi perubahan dengan pergeseran tata nilai yang harus diantisipasi. Agar tidak terseret derasnya arus perubahan itulah, sistem pendidikan mengembangkan pendidikan dengan mengedepankan keseimbangan antara pemahaman pengetahuan umum dan agama.
Sistem pendidikan selama ini hanya mencetak generasi cerdas otak tanpa kecerdasan ruh (batin). Pendidikan hanya menghasilkan generasi pintar tapi tak berakhlak mulia. Produk pendidikan pun menjadi manusia pintar yang hanya mengejar keuntungan sendiri, pintar melakukan korupsi, pintar merusak hutan yang sering mengakibatkan bencana di negeri ini.
Untuk menjawab tantangan zaman, pendidikan agama diajarkan seimbang dengan pengetahuan umum dan teknologi. 'Pendidikan agama dan pendidikan umum adalah satu kesatuan. Bukan terpisah seperti yang diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Tawajun (keseimbangan) dan kesatuan inilah yang akan menciptakan generasi yang cerdas otak dan batiniyah yang dilandasi nilai Islam.
Untuk meretas dan membangun kejayaan, guna mewujudkannya, dasar-dasar pendidikan diletakkan secara proposional. Aspek aqliyah(akal), ruhiyah(spiritual) dan jasadiyah diterapkan berimbang. Iman-taqwa diberikan seimbang pula dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk pendidikan umum dan teknologi, sekolah memberlakukan kurikulum dinas pendidikan secara penuh. Bedanya terletak pada tata cara penyampaian . Seyiap materi disampaikan berdasar filosofi nilai Islam.
Pelajaran IPA, misalnya, penyampaian dan pemberian pertanyaannya dibuat atas dasar filosofi Islam. Hal ini dimaksudkan untuk membuka ruang kreativitas dan mendorong daya imajinatif siswa. Sebagai contoh ''Amin baru menghapal 6 Ayat dalam Surat Al-Baqoroh, berapa suratkah yang belum dihapal Amin.
Selain kemampuan aspek kognitif dan agama, siswa juga dibekali dengan aspek kejiwaan dan wawasan umum. Ahli psikologi pun didatangkan. Sebulan, siswa minimal diajak keluar untuk praktek langsung di lapangan berhadapan dengan alam untuk belajar. Sebab pendidikan dogmatis seperti selama ini hanya mampu menghasilkan lulusan penghafal saja, tanpa mampu memiliki kreatifitas dan perjuangan hidup.
Penilaian pendidikan bukan hanya didasarkan pada penilaian kuantitaif. Tetapi subtansi dan hakekat pengetahuan wajib ditanamkan. Delapan aspek pendidikan koginif, yaitu aspek visual, kinestetik, keserasian, linguistik, musik, interpretatif, naturalistik serta inter persuasive yang menjadi andalan pendidikan saat ini, hanya akan mencipta robot. Mereka tidak mempunyai jiwa kreativitas, tidak bermental dan kurang mempunyai life skill (keahlian untuk hidup) sehingga gagap menyikapi realita di masyarakat.
Setiap memulai pelajaran rutin ditandai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran. Untuk mengingatkan beribadah, setiap waktu dhuhur dan ashar, semua siswa diwajibkan sholat berjamaah di masjid sekolah.
Siswa dari kelas 1 sampai kelas 6 juga diberi tambahan pelajaran. Untuk Bahasa Arab, satu minggu sekali selama sejam; ilmu fikih serta pemahaman Al-Quran dan hadist, seminggu diberikan 2 kali. Siswa pun diberi pengetahuan sejarah Islam selama 2 jam dalam seminggu. Selain itu, jam-jam khusus keagamaan seperti belajar membaca Al-Quran bagi pemula, ilmu tauhid juga diadakan.
Untuk mendukung sistem pendidikan ini, harus diimbangi dengan kualitas dan kesadaran guru. Pemahaman guru bukan orang paling pandai harus diahami, Pengajaran bukannya dogmatis dan kaku. Sistem proses belajar mengajar yang akrab dan bersahabat. Guru adalah rekan dan partner siswa. Dimanapun kapanpun guru harus siap melakukan proses belajar bersama siswa.

C. PENUTUP

Kesimpulan
1. Didalam keserasian pendidikan terdapat kesesuaian, kecocokan, keseimbangan antara komponen pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Menurut Sismanto (2007: 1), keserasian dalam pendidikan terjadi jika penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, orangtua, masyarakat, kondisi lingkungan, kondisi sekolah, dan kemampuan pemerintah daerah.
2. Beberapa permasalahan keserasian pendidikan di Indonesia adalah pendidikan di Indonesia belum menghasilkan Life Skill yang sesuai, pendidikan yang belum berbasis pada masyarakat dan potensi daerah, belum optimalnya kemitraan dengan dunia usaha/ dunia industri.
3. Upaya Menuju kepada Keserasian Pendidikan di Indonesia diantaranya adalah :
 Peningkatan Pendidikan Sarjana Dan Diploma
 Peningkatan Pendidikan Pasca Sarjana
 Peningkatan Relevansi Dan Kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
 Peningkatan Penelitian
 Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat
 Peningkatan Fasilitas Bersama Pendidikan Tinggi
 Peningkatan Pendidikan Dasar dan Menengah
4. Aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan keserasian pendidikan tersebut diantaranya adalah melalui perancangan dan pembuatan modul, digital library, universitas terbuka, e-learning, dan pendidikan jarak jauh.
5. E-learning merupakan salah satu bagian dari teknologi pendidikan yang dapat meningkatkan keserasian dalam pendidikan. Dimana dengan adanya e-learning dapat memudahkan peserta didik yang terbatas oleh jarak dan waktu dapat menimba ilmu sesuai dengan profesionalismenya dimanapun berada. Ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri, namun tidak punya cukup waktu dan dana (karena pekerjaan masih menumpuk dan karis sedang melaju), ingin menambah pengetahuan dan memperluas wawasan, tetapi seringkali tidak sempat menghadiri seminar, kuliah, ataupun workshop karena pekerjaan, kantor, dan keluarga tidak bisa ditinggal terlalu lama. Banyak orang juga merasakan hal yang sama. Untuk orang-orang seperti ini, ada banyak alternatif yang bisa dicoba untuk meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, dan menggali keterampilan baru tanpa harus meninggalkan pekerjaan yang sekarang sedang ditekuni ataupun keluarga, salah satu opsi yang bisa dicoba adalah dengan mengikuti e-learning.
6. Berikut ini adalah beberapa contoh keserasian dalam pendidikan.
• Keserasian antara pendidikan formal dan nonformal
• Keserasian antara pendidikan kota dan desa
• Keserasian pendidikan yang diselenggarakan pemerintah dan swasta
• Keserasian produk pendidikan dan konsumen
• Keserasian pendidikan umum dan kejuruan
• Keserasian pendidikan dasar, menengah dan tinggi
• Keserasian pendidikan umum dan agama
• Keserasian pendidikan dunia dan akhirat
• Keserasian dunia pendidikan dan dunia kerja
• Keserasian pendidikan yang diselenggarakan oleh diknas kedinasan dan diknas departemen agama
7. Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk meciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia.http://rumahrizal.multiply.com/journal /item/8 - _ftn8 Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis.Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memilki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKA





UU No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 19/2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN Tahun Ajaran 2006/2007.
Website : www.suara pembaruan.com/16 juli 2004; www.undp.org/hdr2004 ;
------------www.worldbank.com; www.republikaonline.com; www.indonesia.go.id (Senin 12/2/07);
------------http://www.perbendaharaan.go.id/20-02-2007;
------------www.Pikiran Rakyat.com (03/2004);
------------www. Klik-galamedia.com, (08 Februari 2007); (www.tempointeraktif. Com)
-------------www.bapeda-jabar.go.id/2006.
-------------www.tempointeraktif.com (8/3/2007)
Muhamad Shidiq Al-Jawi. Pendidikan Di Indonesia, Masalah dan Solusinya. Artikel. www.khilafah1924.org

Komentar

Postingan Populer